Laporan keuangan PT.KAI dimanipulasi
Diduga terjadi manipulasi data dalam laporan keuangan PT. KAI tahun 2005, perusahaan BUMN itu dicatat meraih keutungan sebesar Rp, 6,9 Miliar. Padahal apabila diteliti dan dikaji lebih rinci, perusahaan seharusnya menderita kerugian sebesar Rp. 63 Miliar.Komisaris PT. KAI Hekinus Manao yang juga sebagai Direktur Informasi dan Akuntansi Direktorat Jenderal Perbendaharaan Negara Departemen Keuangan mengatakan, laporan keuangan itu telah diaudit oleh Kantor Akuntan Publik S. Manan. Audit terhadap laporan keuangan PT. KAI untuk tahun 2003 dan tahun-tahun sebelumnya dilakukan oleh Badan Pemeriksan Keuangan (BPK) , untuk tahun 2004 diaudit oleh BPK dan akuntan publik. Hasil audit tersebut kemudian diserahkan direksi PT. KAI untuk disetujui sebelum disampaikan dalam rapat umum pemegang saham, dan komisaris PT. KAI yaitu Hekinus Manao menolak menyetujui laporan keuangan PT. KAI tahun 2005 yang telah diaudit oleh akuntan publik. Setelah hasil audit diteliti dengan seksama, ditemukan adanya kejanggalan dari laporan keuangan PT. KAI tahun 2005 :
- Pajak pihak ke tiga sudah tiga tahun tidak pernah ditagih, tetapi dalam laporan keuangan itu dimasukkan sebagai pendapatan PT. KAI selama tahun 2005.
- Kewajiban PT. KAI untuk membayar surat ketetapan pajak (SKP) pajak pertambahan nilai (PPn) sebesar Rp. 95,2 Miliar yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Pajak pada akhir tahun 2003 disajikan dalam laporan keuangan sebagai piutang atau tagihan kepada beberapa pelanggan yang seharusnya menanggung beban pajak itu. Padahal berdasarkan Standart Akuntansi, pajak pihak ketiga yang tidak pernah ditagih itu tidak bisa dimasukkan sebagai aset.Di PT. KAI ada kekeliruan direksi dalam mencatat penerimaan perusahaan selama tahun 2005.
- Penurunan nilai persediaan suku cadang dan perlengkapan sebesar Rp. 24 Miliar yang diketahui pada saat dilakukan inventarisasi tahun 2002 diakui manajemen PT. KAI sebagai kerugian secara bertahap selama lima tahun. Pada akhir tahun 2005 masih tersisa saldo penurunan nilai yang belum dibebankan sebagai kerugian sebesar Rp. 6 Miliar, yang seharusnya dibebankan seluruhnya dalam tahun 2005.
- Bantuan pemerintah yang belum ditentukan statusnya dengan modal total nilai komulatif sebesar Rp. 674,5 Miliar dan penyertaan modal negara sebesar Rp. 70 Miliar oleh manajemen PT. KAI disajikan dalam neraca per 31 Desember 2005 sebagai bagian dari hutang. Akan tetapi menurut Hekinus bantuan pemerintah dan penyertaan modal harus disajikan sebagai bagian dari modal perseroan.
- Manajemen PT. KAI tidak melakukan pencadangan kerugian terhadap kemungkinan tidak tertagihnya kewajiban pajak yang seharusnya telah dibebankan kepada pelanggan pada saat jasa angkutannya diberikan PT. KAI tahun 1998 sampai 2003.
- Hekinus manao juga mensinyalir kasus manipulasi laporan keuangan PT. KAI bukan baru pertama kali, tetapi telah terjadi beberapa kali pada tahun-tahun sebelumnya. Dan untuk itu meminta instansi terkait segera melakukan penyelidikan terhadap laporan keuangan PT. KAI minimal selama lima tahun terakhir.
Perbedaan pendapat terhadap laporan keuangan antara komisaris dan auditor akuntan publik terjadi karena PT. KAI tidak memiliki tata kelola perusahaan yang baik. Ketiadaan tata kelola yang baik itu juga membuat komite audit (komisaris) PT. KAI baru bisa dibuka akses terhadap laporan keuangan setelah diaudit akuntan publik.
Akuntan publik yang telah mengaudit laporan keuangan PT. KAI tahun 2005 segera diperiksa oleh Badan Peradilan Profesi Akuntan Publik.Jika terbukti bersalah, akuntan publik itu diberi sanksi teguran atau pencabutan izin praktek. Secara informal sudah dibicarakan masalah peradilan ini oleh Ketua Umum Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) Ahmadi Hadibroto, dengan Badan peradilan profesi sehingga tidak lama lagi proses hukum itu segera dimulai dan masalah tersebut segera tertuntaskan.
Sumber:
Sumber:
Harian KOMPAS Tanggal 5 Agustus 2006 dan 8 Agustus 2006.
Ulasan kasus dari sisi etika profesi:
Kasus actual ini juga masih mengindikasikan pelanggaran serupa dengan ketiga kasus sebelumnya.Akuntan diduga kuat ikut “bermain” memanipulasi laporan keuangan dan menanggalkan independensi. Kasus-kasus yang dapat mempengaruhi kredibilitas akuntan yang paling banyak terjadi dan dimuat di berbagai media memang kebanyakan terkait dengan “window dressing”, yaitu menyulap laporan keuangan agar terlihat lebih baik dari keadaan sebenarnya untuk tujuan-tujuan tertentu, misalnya menarik investor, mendapatkan pinjaman, dan sebagainya. Akuntan yang menjalankan praktik tersebut telah mendistorsi objektivitas dengan menerbitkan laporan yang menyesatkan atau tidak lengkap. Tunduk pada tekanan atau permintaan dari pihak lain, dalam hal ini manajemen, berarti pelanggaran terhadap komitmen pada prinsip-prinsip etika yang dianut oleh profesi. Oleh sebab itu, akuntan professional, di mana pun ia bekerja, harus selalu menjaga dan memupuk kewaspadannya agar tidak mudah takluk pada godaan dan tekanan yang membawanya ke dalam pelanggaran prinsip-prinsip etika secara umum dan etika profesi. Seorang akuntan professional haruslah memiliki kesadaran dan kepekaan etis yang tinggi, mampu mengnali situasi-situasi yang mengandung isu-isu etis sehingga memungkinkannya untuk mengambil keputusan atau tindakan yang tepat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar